Penulis : Ustadz Mirza Gunawan
Melalui tulisan ini, saya ingin membahas bahwa keislaman yang dipahami dan diajarkan oleh para ulama dayah di Aceh saat ini sejalan dengan paradigma keislaman ulama di masa lalu.
Selain itu, keislaman ini juga sejalan dengan paradigma umat Islam di negeri jiran seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand Selatan.
Di masa lalu, banyak ulama dayah yang terlibat dalam perang melawan penjajahan Belanda. Dayah-dayah banyak yang dibakar, dan kitab-kitab ulama Aceh zaman dulu banyak yang dicuri dan dibawa ke negeri Belanda untuk memutus mata rantai sejarah generasi muda Aceh. Tujuannya adalah agar generasi muda Aceh tidak memahami bagaimana Islam berkembang di Aceh di bawah perjuangan para ulama.
Intinya, paradigma keislaman yang lurus dari para ulama dayah menjadi tantangan besar bagi Belanda dalam upayanya melakukan sekulerisasi sebagai bagian dari agenda imperialisme. Ulama dan dayah adalah musuh mereka karena para ulama tidak pernah mau tunduk pada penjajahan. Belanda memusuhi ulama dan dayah karena penolakan mereka terhadap misi kaum imperialis.
Apresiasi terhadap kitab-kitab karangan ulama besar Aceh justru datang dari ulama dan intelektual di negeri jiran. Mereka mengkaji secara serius karena memahami bahwa akar Islam Melayu sangat dipengaruhi oleh ulama-ulama Aceh.
Timbul pertanyaan, apakah paradigma keislaman ulama dayah di Aceh saat ini sama dengan ulama-ulama Aceh di masa dahulu? Jawabannya adalah sama sekali tidak berbeda, baik dalam bidang aqidah, ibadah, maupun akhlak tasawuf dan Sunnah.
Oleh karena itu, saya menyimpulkan bahwa para ulama di Aceh senantiasa menjaga Aceh dari segala makar yang datang dari luar, dan peran ini akan terus dilakukan sampai kapanpun. Maka, tidak heran jika para ulama dayah menolak segala sesuatu yang melawan tradisi yang telah berlaku di Aceh dan mengantarkan Aceh pada era kegemilangannya. Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa “ulama dayah adalah pengawal agama melalui pendidikan, pembinaan moral, dan peran sosial-keagamaan di masyarakat Aceh”. **







