Karamah Para Wali: Apakah Benar-Benar Nyata?

Ilustrasi

Imron Rivaldi tidak pernah benar-benar memahami karamah para wali. Apalagi yang sering beredar di TikTok. Suatu malam, ia duduk di depan layar ponselnya, mendengarkan seorang ustaz yang bercerita tentang wali di Tarim, Yaman. Wali tersebut konon pernah menghentikan matahari.

“Loh, kok kayak film?” gumamnya.

Bacaan Lainnya

Cerita itu semakin aneh ketika sang penceramah menambahkan bahwa para ibu-ibu di Tarim marah karena matahari yang berhenti mengacaukan waktu berbuka puasa.

“Apakah semua karamah harus melawan hukum alam yang jadi bagian dari sunnatullah?” pikir Imron.

Belum selesai pikirannya mencerna kisah itu, video lain muncul di beranda. Kali ini, seorang penceramah bercerita tentang seorang wali yang memiliki enam anak, dan semuanya juga menjadi wali. Suatu hari, sang ayah ingin menguji ilmu mereka. Satu per satu, mereka diperintahkan untuk terbang. Dan, tanpa ragu, mereka pun melayang ke udara. Anak yang paling bungsu malah menabrak atap sampai bolong.

TikTok seperti tahu cara membuat Imron takjub dan frustrasi sekaligus. Skema algoritma terus menampilkan kisah serupa. Ada wali yang bisa memadamkan api neraka. Ada yang bisa keluar masuk surga. Ada yang membuat hujan susu. Ada yang menjulurkan rantai emas dari langit. Bahkan, ada yang dikisahkan puluhan kali melakukan isra mi’raj.

Imron menghela napas. “Sejak kapan cerita karamah terdengar lebih dramatis daripada anime?”

Tapi bukan hanya itu. Kali ini bukan lagi soal keajaiban di luar nalar, tapi amalan di luar akal sehat. Ada yang mengklaim bisa mengkhatamkan Al-Qur’an ratusan ribu kali dalam sehari. Ada yang membaca Yasin puluhan ribu kali dalam sekali duduk. Ada yang mengaku membaca “Ya Lathif” seribu kali dalam satu tarikan napas. Ada yang duduk tahiyat akhir hingga tak sadar sudah 40 hari.

“Bagaimana mereka melakukan itu semua?”

Imron mulai bertanya-tanya. Sejak kecil, ia diajarkan bahwa karamah adalah keistimewaan yang diberikan Allah kepada para wali-Nya. Tapi mengapa sebagian cerita justru terdengar lebih seperti dongeng? Apakah karamah harus selalu berwujud keajaiban yang mencolok?

Imron terdiam. Sebesar apa pun keanehan kisah itu, banyak orang yang meyakininya. Bahkan, bagi sebagian orang, mempertanyakan karamah dianggap sebagai tanda lemahnya iman.

Imron kini duduk dengan satu tangan menyangga dagu, matanya menatap jauh ke depan seperti seorang filsuf yang sedang mencari hakikat kehidupan.

Dalam pikirannya, Imron tidak ingin terjebak dalam pola pikir yang selalu membandingkan umat Islam dengan orang Barat, apalagi dengan nada nyinyir yang sering terdengar. Ada anggapan yang berkembang di kalangan sebagian orang, bahwa umat Islam masih terperangkap dalam cerita-cerita karamah yang dianggap sebagai dongeng, sementara orang Barat sudah maju dengan teknologi dan pengetahuan ilmiah.

Imron tahu betul bahwa karamah adalah bagian dari ajaran Islam yang layak diyakini. Ada banyak kisah karamah di dalam Al Quran. Imam Al-Ghazali sampai-sampai harus mengkritik konsepsi hukum kausalitas untuk mendukung “karamah” para nabi. Karenanya, Imron sadar bahwa dalam setiap ajaran agama pasti ada hikmah dan penjelasannya, meski kadang tidak selalu bisa memahaminya dengan mudah.

Imron berpikir, mungkin apa yang disebut karamah itu bukanlah tentang hal-hal spektakuler yang hanya dilihat dari luar, melainkan tentang kedekatan seorang wali dengan Allah yang memunculkan keistimewaan dalam hidupnya.

Beberapa hari kemudian, Imron tidak lagi memikirkan karamah. Sampai ia melihat teman kosnya, Malik Senja Ramadan. Malik biasanya sibuk membaca komik Boruto, kini malah asyik menatap layar ponselnya dengan serius.

“Tumben nggak baca Boruto. Baca apaan sih?” tanya Imron, penasaran.

Malik mengangkat ponselnya, menunjukkan file PDF. “Biografi Imam Syafii.”

Imron melongo. “Seriusan? Sejak kapan lebih suka baca sejarah ulama daripada spoiler anime?”

Malik terkekeh. “Iseng. Ternyata keren juga. Bayangin, dia udah hafal Al-Qur’an sejak kecil, pas remaja hafal satu kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik.”

“Yah, luarbiasa,” respon Imron, datar.

“Nggak perlu bisa terbang buat jadi luar biasa,” ujar Malik.

“Bener juga, coba kirim pdf-nya!”

Imron mendekat dan ikut membaca. Kecerdasannya bukan hanya soal hafalan. Imam Syafii juga mampu berpikir sistematis. Ia merancang metodologi fikih yang menjadi dasar hukum Islam hingga sekarang. Kitab ar-Risalah yang ditulisnya adalah masterpiece yang membangun sistem hukum Islam yang kokoh. Bahkan, empat belas abad setelah wafatnya, pengikutnya masih tersebar di seluruh dunia.

Imron terdiam. Pikirannya mulai menyusun potongan-potongan kesadaran yang sebelumnya tak pernah ia pikirkan. Selama ini, ia selalu membayangkan karamah sebagai sesuatu yang spektakuler, sesuatu yang melanggar hukum alam. Tapi bukankah apa yang telah dicapai Imam Syafii juga luar biasa? Seorang manusia yang bukan hanya memiliki kecerdasan di luar batas normal, tapi juga meninggalkan warisan keilmuan yang terus menginspirasi umat Islam sepanjang zaman.

Imron jadi teringat saat dirinya duduk bersila di pelataran Masjid Gedhe Kauman menyimak Pengajian Tarjih. Malam itu membahas tentang perjuangan Imam Bukhari menyusun kitab hadis. Sang penceramah berbicara menyampaikan kisah ulama besar itu seolah-olah ia sendiri menyaksikannya.

“Sejak kecil, kecerdasannya sudah menonjol,” kata sang penceramah. “Dalam usia belasan tahun, Imam Bukhari sudah hafal ribuan hadis beserta sanad dan perawinya. Tapi ia tidak puas hanya dengan menghafal. Ia tahu, menghafal itu satu hal, tapi menyeleksi hadis yang benar-benar sahih adalah tugas yang jauh lebih berat.”

Imron mendengarkan dengan saksama. Ia membayangkan sosok Imam Bukhari muda, seorang pemuda cerdas yang tidak hanya sekadar menghafal, tetapi juga mempertanyakan. Apakah setiap hadis yang ia dengar itu benar? Siapa yang meriwayatkannya? Seberapa terpercaya orang itu?

Demi menemukan jawaban, Imam Bukhari pun mengembara dari satu negeri ke negeri lain. Ia pergi ke Makkah, Madinah, Kufah, Basrah, Mesir, hingga Syam. Ia menelusuri riwayat para perawi, meneliti sanad, memastikan bahwa setiap hadis yang ia kumpulkan bersumber dari orang-orang yang terpercaya. Bukan sekadar dari sisi hafalan, tetapi juga dari karakter dan integritas moral mereka.

Imron membayangkan betapa berat perjalanan itu. Bayangkan, Imam Bukhari harus berpindah dari satu kota ke kota lain, tanpa menaiki ojek online; bertemu dengan ribuan perawi, mencatat, menghafal, tanpa memakai laptop; dan menganalisis dengan metode yang ketat, tanpa bantuan ChatGPT.

Semua itu dilakukan bukan untuk keuntungan pribadi, tetapi untuk memastikan bahwa hadis-hadis Nabi tidak tercampur dengan kisah-kisah yang dibuat-buat.

“Puncak dari perjuangannya adalah Shahih al-Bukhari,” lanjut sang penceramah. “Kitab ini bukan hanya sekadar kumpulan hadis, tetapi simbol dari dedikasi keilmuan yang luar biasa. Hingga hari ini, kitab ini selalu berada di deretan pertama kitab-kitab hadis paling otoritatif dalam Islam.”

Imron mengangguk kecil. Ia kini mengerti mengapa nama Imam Bukhari begitu harum di dunia Islam. Bukan karena kisah-kisah mistis, bukan karena keajaiban yang menentang hukum alam, tapi karena kecerdasannya, ketekunannya, dan dedikasinya terhadap ilmu.

Imron termenung. Ia mulai melihat pola yang sama. Imam Syafii, Imam Bukhari, dan para ulama besar lainnya tidak memiliki karamah dalam bentuk yang fantastis seperti yang sering ia dengar di media sosial. Semua ini bukan perkara sulap atau sihir. Mereka tidak melayang di udara, tidak menghentikan matahari, tidak menurunkan rantai emas. Tapi mereka mengubah dunia dengan ilmu mereka.

Imron tersenyum kecil. Ini adalah momen eureka baginya. Perlahan-lahan, ia mulai sadar bahwa mungkin inilah karamah yang sesungguhnya. Karamah bukan tentang melawan hukum alam, tapi tentang bagaimana seseorang mencapai keistimewaan luar biasa dengan usaha, ketakwaan, dan ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia.

Sekarang, jika Imron mendengar cerita tentang karamah yang terdengar sangat fantastis, ia akan menganggapnya sebagai pseudo-wali.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *