Kuala Simpang (Beritapesona.com) — Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Muliadi menegaskan dukungan penuhnya terhadap langkah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam merestorasi kebun ilegal—mayoritas berupa perkebunan sawit—yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
“Apa yang dilakukan Satgas PKH ini sangat penting untuk memperkuat tata kelola sumber daya alam sekaligus menjaga kelestarian lingkungan hidup. Polres Aceh Tamiang siap mendukung agar operasi restorasi kebun sawit ilegal ini dapat segera dituntaskan,” kata Muliadi, dalam keterangannya, Senin, 29 September 2025.
Sebagai informasi, Satgas PKH telah menghancurkan sekitar 175 hektare kebun ilegal di dalam TNGL. Selain itu, sejumlah warga menyerahkan kembali lahan yang sebelumnya mereka kuasai, termasuk yang dikelola oleh kelompok pengusaha dengan jaringan perambah yang selama ini dinilai meresahkan masyarakat.
Satgas juga menyoroti pola-pola penggunaan oknum eks kombatan yang dilakukan kelompok tersebut. Aksi mereka dinilai menimbulkan keresahan, khususnya di wilayah Tenggulun, karena kerap melakukan teror dengan mengatasnamakan isu perdamaian Aceh yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan.
“Tentunya program restorasi yang dijalankan Satgas PKH ini akan kita kawal bersama. Lahan yang sudah dikuasai secara ilegal harus segera dihijaukan kembali agar tidak direbut lagi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Kapolres.
Selain kawasan TNGL, Kapolres juga menyinggung praktik perambahan hutan mangrove yang menjadi perhatian Satgas PKH. Ia menegaskan, kasus tersebut kini tengah ditangani oleh Polres Aceh Tamiang dengan memeriksa sejumlah saksi dan ahli planologi. Lokasi perambahan berada di Dusun Ujung Pusong, Desa Kuala Genting, Kecamatan Bendahara.
“Kasus perambahan hutan mangrove ini sedang kami proses. Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dan ahli. Kami juga telah menyita beberapa barang bukti, memasang police line, dan menempatkan plang penyidikan di lokasi,” jelas Muliadi.
Hasil pemeriksaan menunjukkan, kawasan hutan mangrove yang dirambah mencapai 344,7 hektare. Dari jumlah itu, ada beberapa orang masyarakat diduga telah merambah hutan mangrove dengan menggunakan alat berat ekskavator yang kini telah diamankan sebagai barang bukti.
Setelah penyidikan selesai, maka akan dilakukan penetapan tersangka dan akan kenakan Pasal 82, Pasal 84, dan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar (Pasal 82), pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp2,5 miliar (Pasal 84), serta pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar (Pasal 92).
“Dimohon kepada pihak yang menguasai hutan mangrove agar bersikap kooperatif. Perambahan mangrove menjadi perhatian serius semua pihak. Jika dibiarkan, dampaknya sangat luas dan salah satunya adalah banjir. Karena itu, perlu langkah tegas agar praktik yang melanggar hukum ini benar-benar bisa dihentikan,” tegas Kapolres.
Ia juga mengimbau seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak melakukan perambahan atau aktivitas ilegal di kawasan hutan. Menurutnya, hutan merupakan sumber kehidupan yang harus dilestarikan, sehingga setiap warga memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi dan mewariskannya kepada generasi mendatang.