Harli Siregar : Jurnalis Harus Pahami KUHP Terbaru, Hindari Pencemaran Nama Baik dan Berita Hoaks

BERITA PESONA.COM – Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, SH. M.Hum meminta jurnalis dalam profesinya untuk memahami ketentuan pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), menghindari pemberitaan yang berpotensi menjadi masalah dalam tugas-tugas jurnalistik.

Hal ini disampaikan Kapuspemkum Kejagung Harli Siregar di hadapan sejumlah wartawan yang tergabung di Forum Wartawan Kejaksaan Agung dalam kegiatan Coaching Clinic, Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru yang diselenggarakan Forwaka, Jakarta, Senin 30 Juni 2025.

Bacaan Lainnya

“Di satu sisi kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang tak tergantikan, namun di sisi lain kebebasan pers tersebut harus diiringi tanggung jawab kode etik jurnalistik dan profesionalisme,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.

Jurnalis Harus Pahami KUHP Terbaru. Hindari Pencemaran Nama Baik dan Berita Hoaks

Dalam sambutannya pada kegiatan ini, Harli Siregar mengingatkan delik pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang mulai berlaku efektif 2 Januari 2026 harus dipahami jurnalis dalam kerja-kerja jurnalistiknya.

KUHP baru berusaha mengakomodasi dinamika sosial dan teknologi saat ini termasuk berbagai aspek yang berkaitan dengan pers.

“Tujuannya adalah bagaimana menciptakan kepastian hukum dan memberikan rambu-rambu yang jelas bagi para pelaku pers,” kata dia.

Meski tidak secara spesifik memiliki pasal khusus terkait dengan delik pers, namun Hari mengatakan ada beberapa pasal yang berpotensi relevan pada aktivitas jurnalistik.

“Di antaranya berkait dengan pencemaran nama baik dan fitnah, KUHP baru masih mengatur kalau kita lihat di dalam pasal 310 dan fitnah dalam pasar 311,” ucapnya.

Meski demikian, dia berharap penerapannya terhadap produk jurnalistik harus mempertimbangkan kaedah-kaedah jurnalistik dan prinsip praduga tak bersalah.

“Yang kedua terkait Pasal 263 dan 264 KUHP baru mengatur tentang penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kekonaran di masyarakat,” tuturnya.

Menurutnya, hal itu bisa menjadi perhatian serius bagi pers untuk selalu memastikan akurasi dan klarifikasi informasi yang diperoleh saat peliputan.

“Yang ketiga terkait dengan penyebaran berita atau pemberitahuan bohong tentang harga barang. Jadi bukan hanya tentang manusia, tentang harga barang pun dibahas”

Dia menilai peran pers ke depan bukan hanya tentang subjek karena dalam pasal 265 KUHP baru mengkriminalisasi penyebaran berita bohong yang memengaruhi harga barang atau kurs mata uang juga diatur.

“Jadi barangkali kalau ada provokasi di situ dari peran jurnalis, nah ini harus perlu diantisipasi sejak sekarang,” pesan alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan ini.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *