BERITA PESONA.COM | YOGYAKARTA – Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hening Parlan, mengajak umat Islam untuk memaknai puasa sebagai sarana refleksi dan penguatan kepedulian terhadap lingkungan.
Dalam acara Santri Cendekia Forum pada Rabu (26/02) di Yogyakarta, Hening menekankan bahwa ibadah puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga membentuk disiplin diri, meningkatkan kesadaran sosial, serta menanamkan tanggung jawab sebagai khalifah di bumi.
Menurutnya, tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menggarisbawahi empat nilai utama dalam puasa, yaitu kesabaran, pengendalian diri, kepedulian sosial, serta kesadaran ekologis.
“Menjaga lingkungan bukan sekadar upaya mengurangi kerusakan, tetapi juga bentuk pemuliaan terhadap bumi sebagaimana Islam mengajarkan pemuliaan kepada ibu,” ujar Hening.
Hening menyoroti bagaimana eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan mengancam keseimbangan ekosistem dan generasi mendatang.
Hening mencontohkan kondisi di Sumatera Barat, di mana sungai yang dulunya digunakan masyarakat untuk mandi saat Ramadan kini mengalami penyusutan drastis akibat deforestasi.
“Dulu air sungai bisa sedalam leher, sekarang hanya semata kaki. Jika ini terus dibiarkan, anak-cucu kita tidak akan merasakan nikmatnya sumber air yang cukup,” tambahnya.
Dalam forum tersebut, Hening juga mengaitkan disiplin dalam puasa dengan pola hidup berkelanjutan. Ia menceritakan pengalaman seorang non-Muslim yang terheran-heran dengan kedisiplinan umat Islam dalam menjalankan ibadah, mulai dari salat hingga puasa.
“Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan konsumsi, mengurangi sampah, dan lebih peduli terhadap sesama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hening menjelaskan bahwa krisis lingkungan yang terjadi saat ini memiliki dampak luas, termasuk kekeringan, angin topan, banjir, dan naiknya permukaan air laut. Ia mencontohkan wilayah Pekalongan yang garis pantainya semakin terkikis akibat abrasi.
“Dulu anak saya bisa bermain di pantai, sekarang pantai itu sudah menjadi laut,” katanya.
Sebagai solusi, Hening mengajak umat Islam untuk menerapkan konsep Ramadan Hijau, yakni menjalankan ibadah puasa dengan lebih ramah lingkungan.
“Mulai dari mengurangi penggunaan plastik, menghemat air, hingga memilih makanan yang tidak berlebihan dan tidak boros sumber daya,” ujarnya.
Hening mengingatkan bahwa perubahan iklim bukan sekadar isu ekologis, tetapi juga persoalan sosial dan psikologis yang mempengaruhi kehidupan manusia secara luas. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya umat Islam, untuk menjadikan Ramadan sebagai momentum introspeksi dalam menjaga keberlanjutan bumi.